BATAM, HalloPost.com – Meningkatnya jumlah anak dengan gangguan autisme di dunia tentu menjadi tantangan tersendiri bagi Indonesia. Dari data World Health Organization (WHO) memperkirakan 1 dari 100 anak menderita autisme. Perlu diingat bahwa autisme bukanlah penyakit, melainkan kondisi di mana otak bekerja dengan cara yang berbeda dari orang lain.
Di Indonesia, saat ini belum ada data yang pasti mengenai jumlah penderita autisme. Namun, Wakil Menteri Kesehatan Indonesia, dr. Dante Saksono Harbuwono, sebagaimana dikutip dari situs orangtuahebat.id menyebut perkiraan anak yang mengalami gangguan autisme mencapai 2,4 juta anak.
Tren yang terus meningkat dan stigma yang tak lepas dari penderita autisme “penyakit mental atau gangguan kejiwaan”. Maka, Penawar Special Learning Center (PSLC) dari Malaysia menggelar acara Batam Autism Conference 2025 (BAC25) di Harmoni One Convention Hotel, pada 29 Juni 2025.
Acara ini bertujuan untuk meningkatkan pemahaman dan kepedulian terhadap autisme, serta berbagi pengetahuan dan pengalaman antara para ahli, praktisi, dan keluarga yang terlibat dengan autisme.
Clinical Director PSLC, dr. Ruwinah Abdul Karim kepada wartawan mengatakan, acara ini merupakan kali kedua yang digelar di Indonesia. Sebelumnya, acara serupa juga pernah digelar di Malang tahun 2024 lalu.
”Jadi, hari ini untuk programnya itu sampai dengan jam 16.00 WIB di mana ada talk show nya, ada workshop nya di mana ada orangtua dan masyarakat bisa melihat sendiri apa saja terapi yang dilakukan terhadap anak-anak autisme, nanti apabila mereka sudah pulang ke rumah bisa dipraktekkan,” kata dia usai pembukaan acara BAC25. Minggu 29 Juni 2025.
Di acara ini juga, kata Dr. Ruwinah, PSLC juga memberikan layanan skrining gratis atau assessment consultancy untuk para orangtua yang mempunyai anak berkebutuhan khusus tetapi tidak mempunyai uang untuk membawa anaknya ke tempat terapi atau ke rumah sakit.
”Total yang telah mendaftar untuk skrining gratis ini sudah mencapai 200 orangtua dan saya coba untuk selesaikan semuanya dari pagi sampai sore, dan nantinya kita akan membuatkan sebuah laporan ringkas berkaitan dengan kondisi anaknya,” ungkapnya.
Laporan ringkas ini dapat digunakan orangtua untuk mendapatkan penanganan lebih lanjut terhadap anaknya. “Mereka hanya perlu menyampaikan laporan ringkas itu ke terapisnya dan nanti terapisnya akan mengerti dengan sendiri. Ini juga yang saya kira salah satu cara yang bisa membantu orangtua yang kurang mampu bisa mendapatkan intervensi untuk anaknya.”
Lebih lanjut, kegiatan BAC25 ini diharapkan bisa menjadi semacam perencanaan awal mempersiapkan masa depan anak-anak yang mengidap gangguan autisme.
Bahkan, menurut Dr. Ruwinah presiden Amerika saat ini, Donald Trump pernah memberikan statement: “Sebenarnya pandemi itu bukan Covid, tetapi pandemi itu autisme.” Statement ini, kata Dr. Ruwinah pernah ditayangkan di YouTube. Namun, saat ini sudah di take down dari platform tersebut.
Ia berpendapat, statement, Donald Trump itu ada benarnya — jika mengacu pada pertumbuhan anak gangguan autisme yang selalu terus meningkat.
”Soalnya, sepanjang saya bekerja di PSLC di Malaysia yang kita sudah punya 24 cabang, 26 ribu pasien di mana dalam waktu satu tahun itu sudah ada 9 ribu kasus baru yang dilaporkan. Itu baru Malaysia — Malaysia hanya memiliki 23 juta penduduk dibandingkan dengan Indonesia. Kalau itu yang Malaysia punya, bagaimana dengan Indonesia?,”
”Jadi, ini bisa menjadi satu perencanaan awal untuk pemerintah untuk bisa mempersiapkan anak dari segi pendidikan yang kuat, dari segi kesehatan atau kebaikan mereka untuk masa depan yang lebih cerah.”
PR Besar Pemerintah Kota Batam Untuk Penyandang Autisme
Kepala Dinas Pendidikan kota Batam, Tri Wahyu Rubianto yang turut hadir pada acara ini mengatakan bahwa hal ini tentu menjadi pekerjaan rumah (PR) besar bagi pemerintah. Ia sangat mengapresiasi sekali acara BAC25 dan mendapatkan masukan-masukan berharga dari acara tersebut.
Dari acara BAC25 ini, Tri Wahyu berpikir bagaimana mempersiapkan penyelenggaraan pendidikan inklusi yang banyak melibatkan anak-anak penyandang autisme di kota Batam yang ada di satuan pendidikan negeri maupun swasta.
”Ini yang menjadi PR besar bagi pemerintah kota Batam dan kami sedang mencari formulasi yang tepat. Makanya, tahun ini kami melakukan atau dua tahun belakangan ini menggelar pelatihan untuk pendidikan inklusi itu di banyakkan,” kata dia.
Tri Wahyu tak menampik, kelemahan pemerintah saat ini adalah: minimnya jumlah guru yang memiliki latar pendidikan khusus. Padahal, jumlah penyandang autisme terus meningkat.
”Kalau kita lihat dari penjelasannya, karakteristiknya itu berbeda-beda dan cara menanganinya juga berbeda-beda. Ini kan harus di awali dengan kemampuan guru untuk memiliki kemampuan skrining — yang dihadapi ini yang model seperti apa.”
Dari perbincangannya dengan PSLC, ke depan pemerintah kota Batam melalui Dinas Pendidikan akan melakukan pen-skriningan di satu sekolah sebagai langkah awal untuk membuat kebijakan khusus dan memberikan masukan kepada pemerintah pusat dibagian pendidikan dasar dan menengah, khususnya lagi kepada pusat pengembangan karakter.
”Ini akan segera saya duduk kan dengan teman-teman nanti pada waktu anak-anak sudah masuk sekolah.”
Penulis: Shafix
Editor: Ali








