Polisi Tangkap Pasutri Diduga Penggerak Provokasi di Medsos dan Seorang Pria Penyebar Konten Ajakan Penjarahan

Konferensi Pers Tindak Pidana Siber (Dittipidsiber) Bareskrim Polri, Rabu (03/09/25) Malam (Dok Div Humas Polri)

Jakarta, Hallopost.com – Direktorat Tindak Pidana Siber (Dittipidsiber) Bareskrim Polri mengamankan pasangan suami istri yang diduga menjadi penggerak provokasi di media sosial terkait ajakan aksi penggerudukan rumah anggota DPR Ahmad Sahroni serta Polres Jakarta Utara. Pelaku pria berinisial SB (35) merupakan pemilik akun Facebook bernama Nannu. Sementara istrinya, G (20), mengendalikan akun Facebook Bambu Runcing.

Tindak Pidana Siber (Dittipidsiber) Bareskrim Polri juga menangkap seorang pria berinisial IS (39), karyawan swasta, yang diduga membuat serta menyebarkan konten provokatif berisi ajakan penjarahan rumah sejumlah tokoh publik dan anggota DPR RI melalui media sosial TikTok.

Direktur Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri, Brigjen Pol. Himawan Bayu Aji, mengatakan, cara pasangan suami istri ini beroperasi adalah membuat serta menyebarkan konten yang memicu kebencian terhadap individu maupun kelompok tertentu, menyalahgunakan informasi elektronik, dan menghasut masyarakat untuk melakukan aksi geruduk ke rumah anggota DPR Ahmad Sahroni dan Polres Jakarta Utara melalui grup Facebook,” ujarnya, dalam keterangan pers di Jakarta, Rabu (03//09/25) malam.

BACA JUGA  Konflik Lahan di Sematang Borang Palembang Tak Kunjungan Usai, Diduga Adanya Keterlibatan Mafia Tanah

Dari hasil penyelidikan, akun Facebook milik SB diketahui menyebarkan ajakan penggerudukan lewat grup Jual Beli Cilincing yang beranggotakan lebih dari 86 ribu orang. Sementara G, sang istri, menyebarkan ajakan serupa melalui grup Loker Daerah Sunter Jakarta Utara dengan anggota sekitar 9 ribu orang.

“Selain itu, SB juga mengelola sebuah grup WhatsApp bernama Kopi Hitam yang kemudian berganti nama menjadi BEM RI dan terakhir berubah menjadi ACAB 1312. Grup tersebut berisi 192 anggota dan diduga dijadikan wadah untuk mengkoordinasikan massa. Grup WhatsApp itu digunakan sebagai media komunikasi untuk mengajak orang-orang mendatangi rumah Ahmad Sahroni,” imbuh Himawan.

Sementara, penangkapan IS (39), dilakukan pada Senin (01/09/25), konten yang dibuat tersangka jelas mengandung unsur hasutan dan berpotensi memicu keresahan publik.

“Pelaku membuat video provokatif di akun TikTok miliknya dengan tujuan menimbulkan kebencian terhadap individu maupun kelompok tertentu, serta mengajak massa untuk melakukan penjarahan,” sambungnya.

BACA JUGA  Pererat Silahturahmi, Polda Metro Jaya Gelar Buka Bersama Dengan Wartawan

Himawan menerangkan dalam unggahannya, akun TikTok @hs02775 yang dikelola IS menampilkan ajakan penjarahan terhadap rumah beberapa tokoh, antara lain anggota DPR RI nonaktif Ahmad Sahroni, anggota legislatif Eko Hendro Purnomo (Eko Patrio), publik figur Surya Utama (Uya Kuya), serta Ketua DPR RI Puan Maharani.

“Dari video itu terlihat jelas adanya ajakan penjarahan,” terangnya.

Himawan mengungkapkan sejumlah barang bukti dan Penahanan penyidik dari IS di antaranya satu kartu tanda penduduk, sebuah telepon genggam, serta akun TikTok dengan 2.281 pengikut yang digunakan tersangka untuk menyebarkan konten provokatif tersebut.

“Sejak 2 September 2025, IS telah ditahan di Rumah Tahanan Bareskrim Polri guna proses penyidikan lebih lanjut,” ungkapnya.

Penangkapan ini merupakan hasil operasi patroli siber yang digencarkan Dittipidsiber sejak 23 Agustus 2025, dalam periode tersebut pihak Polri telah memblokir 592 akun dan konten provokatif dengan menggandeng Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi).

BACA JUGA  13 Remaja Diciduk Polisi Saat Akan Melakukan Tawuran di Tebet

“Patroli siber akan terus ditingkatkan sebagai upaya pencegahan terhadap penyebaran ujaran kebencian maupun konten yang berpotensi menimbulkan gangguan ketertiban umum. Langkah ini bagian dari upaya kami untuk menjaga ruang digital tetap sehat dan mencegah provokasi yang berpotensi membahayakan stabilitas sosial dan memecah belah masyarakat,” sambungnya.

Himawan menegaskan, atas perbuatannya, para tersangka dijerat dengan sejumlah pasal, yakni : Pasal 45 ayat (2) jo Pasal 28 ayat (2) UU Nomor 1 Tahun 2024 tentang perubahan kedua atas UU Nomor 11 Tahun 2008 mengenai Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE), dengan ancaman pidana penjara maksimal enam tahun.

“Pasal 160 KUHP tentang penghasutan dengan ancaman enam tahun penjara. Pasal 161 ayat (1) KUHP dengan ancaman hukuman empat tahun penjara. Dengan pasal-pasal tersebut, ancaman pidana yang menanti cukup berat karena berkaitan dengan penyebaran kebencian serta penghasutan yang berpotensi mengganggu ketertiban umum,” tegasnya. (*)