Jakarta, Hallopost.com – Presiden Prabowo Subianto telah mengumpulkan sejumlah ketua umum partai politik di Istana dan telah menerima laporan dari para ketum partai terkait gejolak yang terjadi di masyarakat dengan menyatakan akan mencabut kebijakan tunjangan untuk anggota DPR.
Presiden Prabowo Subianto memastikan para pimpinan DPR RI sepakat untuk mencabut sejumlah kebijakan yang menimbulkan keresahan di tengah masyarakat. Hal ini setelah terjadinya eskalasi massa yang terjadi dalam beberapa hari terakhir pada beberapa titik di antaranya DPR RI dan wilayah lainnya.
Presiden mejelaskan, salah satu langkah konkret adalah penghentian tunjangan tambahan bagi anggota DPR, serta moratorium kunjungan kerja ke luar negeri yang selama ini menjadi sorotan publik.
“Para pimpinan DPR sudah menyampaikan secara resmi, akan dilakukan pencabutan beberapa kebijakan DPR RI. Termasuk besaran tunjangan anggota DPR dan juga moratorium kunjungan kerja ke luar negeri,” jelasnya dalam konferensi pers di Istana Merdeka, Jakarta, Minggu (31/08/25).
Prabowo menegaskan, langkah ini merupakan bentuk tanggung jawab moral dan politik para wakil rakyat agar tetap sensitif terhadap suara masyarakat. Kepercayaan publik adalah modal penting yang tidak boleh dikorbankan hanya demi kepentingan kelompok atau pribadi.
“Para pimpinan DPR telah berbicara, dan para Ketua Umum Partai Politik telah menyampaikan, bahwa para anggota DPR harus selalu peka dan berpihak pada kepentingan rakyat,” tegasnya.
Selain pencabutan kebijakan tunjangan, Presiden mengungkapkan beberapa ketua umum partai politik juga mengambil langkah tegas dengan mencabut keanggotaan sejumlah kadernya di DPR yang dinilai melanggar garis kebijakan partai.
“Langkah tegas yang dilakukan Ketua Umum Partai Politik adalah mereka masing-masing dicabut keanggotaannya dari DPR RI,” ungkapnya.
Prabowo juga menegaskan sikap pemerintah dalam menghormati kebebasan berpendapat dan menyampaikan aspirasi, sebagaimana diatur dalam United Nations International Covenant on Civil and Political Rights pasal 19. Kebebasan berpendapat juga diatur dalam Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum.
“Kami menghormati kebebasan berpendapat, namun kebebasan itu harus dijalankan dengan penuh tanggung jawab,” terangnya.
Presiden mengingatkan penyampaian aspirasi tidak boleh dilakukan dengan cara-cara anarkis yang merugikan masyarakat luas.
“Penyampaian aspirasi dapat dilakukan secara damai. Namun jika dalam pelaksanaannya ada aktivitas anarkis, merusak fasilitas umum, sampai adanya korban jiwa, mengancam dan menjarah rumah-rumah dan instansi-instansi publik, maupun rumah-rumah pribadi, hal itu merupakan pelanggaran hukum dan negara wajib hadir dan melindungi rakyatnya,” pungkasnya. (*)








