Hallopost.com, Meranti – Pembangunan infrastruktur di Kabupaten Kepulauan Meranti, Provinsi Riau, kembali menjadi sorotan. Meski anggaran terus digelontorkan setiap tahunnya, hasilnya dinilai masih jauh dari sempurna. Banyak proyek, terutama jalan, bangunan, hingga saluran air seperti parit dan kanal, tampak cepat rusak atau tidak berfungsi maksimal. Selasa (20/05/2025)
Apa yang sebenarnya terjadi?
Untuk menjawab hal itu, tim kami mewawancarai seorang mantan kontraktor yang pernah terlibat dalam sejumlah proyek di Meranti. Ia meminta identitasnya disamarkan demi alasan keamanan. Kita sebut saja “Bang Long”.
Bang Long mengaku, proses pengadaan dan pelaksanaan proyek tidak semata-mata soal memenuhi syarat administrasi. Di balik layar, ada permainan yang menurutnya sudah menjadi rahasia umum.
“Kami tidak cukup hanya mengikuti prosedur lelang. Biasanya, harus melobi pihak-pihak tertentu agar bisa memenangkan proyek. Tentu, ini disertai dengan penyisihan anggaran sebagai semacam ‘fee’,” ungkapnya kepada Hallopost.com pada 19 Mei 2025
Pernyataan Bang Long membuka tabir praktik yang diduga turut menyumbang pada buruknya kualitas infrastruktur. Setelah proyek dimenangkan, menurutnya, pelaksana akan mencari celah untuk mendapatkan keuntungan lebih, salah satunya dengan mengurangi volume pekerjaan secara diam-diam.
“Kalau jalan, biasanya bagian tengah yang kami kurangi ketebalannya. Pemeriksaan kan umumnya hanya di bahu jalan. Tapi yang paling sering terjadi justru di pembangunan parit dan kanal (drainase). Volume pondasi, jumlah cerocok, hingga takaran semen dan pasir itu sering kami sesuaikan agar tetap untung, tanpa terpantau,” jelasnya.
Bang Long menambahkan, pada proyek parit, misalnya, takaran ideal semen, pasir, dan batu sering kali dikurangi. “Misalnya untuk 1 meter parit seharusnya 1 sak semen, 3 karung pasir, dan 1 karung batu. Tapi di lapangan bisa dikurangi secara halus supaya tidak terlihat janggal, termasuk komponen besi ukuran dan jumlahnya, ” ujarnya.
Ia juga menyebut kerja sama dengan toko bangunan menjadi bagian dari strategi, agar bahan dibeli lebih murah tapi tetap dilaporkan sesuai harga standar.
Menurutnya, dampak dari praktik-praktik tersebut sangat terasa. Selain jalan cepat rusak, saluran air juga tidak maksimal menampung debit saat hujan, sehingga rawan banjir.
“Belum sempurna. Banyak proyek air dan drainase juga diduga asal jadi. Maka tak heran kalau musim hujan parit dan kanal gampang meluap,” katanya.
Meski begitu, Bang Long tidak sepenuhnya pesimis. Ia berharap pemerintah daerah bisa mulai berbenah secara bertahap, dengan memperketat pengawasan dan mempercayakan pekerjaan kepada pihak yang benar-benar kompeten.
“Saya tahu sulit untuk menghapus semua praktik itu dalam semalam. Tapi mulai saja dengan mencari kontraktor yang punya kualitas dan mengurangi fee yang harus disisihkan. Kalau itu bisa dilakukan bertahap, kualitas proyek pasti akan meningkat,” tutupnya.
Laporan : Zikri








