BATAM, HalloPost.com – Terkuak saat Wakil Wali Kota Batam, yang juga sebagai wakil kepala BP Batam, Li Claudia Candra, turun langsung ke lokasi penimbunan yang diduga bermasalah. Betapa terkejutnya ia saat menemukan alat berat, lori, serta BBM milik Dinas Bina Marga dan Sumber Daya Air (SDA) Batam di tempat kejadian.
Proyek tersebut diketahui sudah berlangsung selama sebulan tanpa izin yang jelas. Merasa geram, Li Claudia langsung menuding Lik Khai sebagai dalang utama di balik proyek ini. Hal itu terlihat dari vidio yang beredar saat Li Claudia saat berada di lokasi DAS, Selasa (25/3/2025).
“Suruh Pak Lik Khai ganti, buat surat di atas materai!” tegasnya saat inspeksi, Saya tidak rela pakai uang APBD untuk ini. Tak hanya itu, ia juga meminta Sekda Batam, Jefridin, untuk segera mengaudit anggaran yang digunakan.
Pemerintah Kota Batam pun berjanji akan menindak tegas para pihak yang terlibat, termasuk meminta pertanggungjawaban dari Lik Khai dan pihak terkait.
Kasus ini sontak memicu kritik keras dari masyarakat dan aktivis lingkungan yang khawatir penimbunan DAS dapat memperparah banjir serta merusak ekosistem.
Ketua Dewan Pimpinan Daerah Komite Peduli Lingkungan Hidup Indonesia (DPD KPLHI) Provinsi Kepulauan Riau menyoroti aktivitas penimbunan Daerah Aliran Sungai (DAS) yang terjadi di Permata Baloi yang berdekatan dengan Perumahan Kezia, Kelurahan Baloi, Kecamatan Lubuk Baja, Batam.
Ketua DPD KPLHI, Evi Juliana, S.E., menyayangkan tindakan tersebut yang menyebabkan penyempitan aliran sungai. Akibatnya, air meluap saat hujan turun dan mengakibatkan rumah warga Perumahan Kezia terendam banjir serta mengalami kerusakan.
Menurut yang akrab di sapa Evi mengatakan aktivitas penimbunan di area DAS ini berpotensi semakin memperparah bencana banjir di Batam. “Saat ini saja, sudah ada rumah warga yang terendam air setiap kali hujan. Pemerintah Kota Batam dan BP Batam harus serius menjaga area DAS lainnya agar kejadian serupa tidak terus berulang,” ucapnya.
Ia juga menambahkan bahwa selama ini warga Batam sudah cukup resah dengan bencana banjir di berbagai titik saat hujan deras. Oleh karena itu, jangan sampai ada titik banjir baru yang semakin memperburuk kondisi kota.
Bahwa lingkungan hidup yang baik dan sehat merupakan hak asasi setiap warga negara indonesia sebagaimana yang diamanatkan dalam Pasal 28 Undang undang dasar tahun 1945.
Lebih lanjut, Evi menegaskan bahwa penimbunan di aliran sungai tersebut diduga melanggar peraturan perundang-undangan, salah satunya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
DPD KPLHI Kepri meminta pihak Kepolisian Daerah Kepulauan Riau untuk segera mengusut tuntas pihak-pihak yang bertanggung jawab atas penimbunan ini. “Jangan sampai Batam mendapat predikat sebagai kota banjir akibat ulah segelintir oknum yang tidak bertanggung jawab,” pungkasnya.
Selain itu, Evi juga menyampaikan jika dilokasi tersebut terus digesa untuk pembangunan terutama di wilayah baloi, namun Aliran Sungai tidak dilakukan perbaikan pada aliran sungai kembali maka 5 sampai 10 tahun kemudian apabila terjadi hujan maka bukan hanya banjir yang terjadi, melainkan perumahan keiza bisa tenggelam.
“Jika dibiarkan tidak dilakukan perbaikan di aliran sungai tersebut maka bukan hanya banjir, pembangunan juga pasti mengalami genangan air jika debit air hujan tinggi,” tuturnya lagi.
Evi juga mengatakan, sudah jelas Perlindungan Daerah Aliran Sungai (DAS) diatur dalam Undang-Undang Dasar 1945, Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 2012, dan Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 1999, Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 4 ayat (1), Pasal 33 ayat (3), Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 2012 Mengatur pengelolaan DAS.
“DAS didefinisikan sebagai wilayah daratan yang merupakan satu kesatuan dengan sungai dan anak-anak sungainya serta Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 1999. Membentuk Tim Koordinasi Kebijaksanaan Pendayagunaan Sungai dan Pemeliharaan Kelestarian DAS Tim Koordinasi bertugas merumuskan kebijakan, strategi, dan rencana pendayagunaan sungai dan pemeliharaan kelestarian DAS,” sebutnya.
Selain itu, kata dia, pengelolaan DAS juga diatur dalam berbagai peraturan daerah, seperti Peraturan BPK Nomor 2 Tahun 2019. Prinsip-prinsip dasar dalam pengelolaan DAS. Terpadu Melibatkan pemangku kepentingan berkelanjutan adaptif terhadap perubahan Adil dalam pembagian tugas, fungsi, beban biaya, dan manfaat Berlandaskan azas akuntabilitas.
Menurutnya, saat ini kerusakan DAS di pulau Batam sudah sangat mengkhawatirkan pemanfaatan sumber daya alam yang berlebihan sebagai akibat konflik kepentingan dan kurang keterpaduan antar sektor, antar wilayah hulu-hilir.
Untuk mengatasi hal itu, kata Evi, saat ini sangat diperlukan langkah pengelolaan DAS dari berbagai pihak termasuk juga masyarakat. Masyarakat harus bisa menjaga dan mengelola DAS dengan baik, karena saat ini Kerusakan DAS menjadi pemicu terjadinya bencana banjir dan longsor yang bisa menimbulkan korban jiwa.
“Li Khai selaku anggota DPRD seharusnya memberikan contoh yang baik bagi masyarakat bukan malah membuat kerusakan lingkungan,” ucap Evi. (Redaksi)








