BATAM, HalloPost.com – Terdakwa kasus pencurian uang Rp. 9 Miliar Ahmad Rustam Ritonga meminta Majelis Hakim Pengadilan Negeri Batam untuk memberikan vonis bebas (Vrijspraak) atau lepas (onslag van rechtavervolging) atas perkara yang menjerat dirinya.
Hal ini disampaikan pada saat sidang pembacaan Pembelaan (Pledoi) terdakwa di Pengadilan Negeri Batam, Senin (9/12/2024).
Penasihat Hukum Terdakwa, DR. Saiful Anam saat membacakan pledoi menguraikan setidaknya ada tiga belas poin analisis Yurisdis pihaknya yang bisa menjadi bahan pertimbangan Majelis Hakim untuk memberikan vonis bebas atau lepas terhadap kliennya.
Ketiga belas poin tersebut, kata dia, yakni: Pertama, Jaksa Penuntut Umum ragu dengan Dakwaannya. Hal itu dikarenakan Terdakwa di Dakwa dengan Dakwaan kesatu Pasal 363 ayat (1) ke-4 KUHP Jo. Pasal 64 ayat (1) KUHP, Dakwaan kedua Pasal 372 KUHP Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 Jo. Pasal 64 ke-1, dan Dakwaan ketiga Pasal 480 ke-1 KUHP Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 Jo. Pasal 64 ke-1.
“Namun, dalam Tuntutannya Jaksa Penuntut Umum hanya mendasarkan pada Dakwaan kesatu. Artinya, sedari awal Jaksa Penuntut Umum ragu-ragu dalam mendakwa Terdakwa,” ucapnya saat membacakan pledoi terdakwa.
Kedua, Jaksa Penuntut Umum tidak dapat membuktikan hubungan turut serta antara Roliati dengan Terdakwa, hal itu dikarenakan jika hanya mendasarkan Tuntutan pada Dakwaan kesatu Pasal 363 ayat (1) ke-4 KUHP Jo. Pasal 64 ayat (1) KUHP, maka seolah-olah Terdakwa berdiri sendiri tidak terdapat peran atau pertemuan kehendak dari pihak lainnya.
“Sehingga dengan demikian Tuntutan Jaksa Penuntut Umum lemah dan tidak sesuai dengan fakta persidangan yang menyatakan perbuatan Terdakwa secara bersama-sama dengan pihak lainnya,” kata dia.
Ketiga, Jaksa Penuntut Umum tidak dapat membuktikan adanya niat jahat (Mens rea) dan ada perbuatan pidana (Actus reus) Terdakwa, di mana berdasarkan fakta persidangan Terdakwa mendapatkan honorarium sebesar Rp. 9 Miliar adalah berdasarkan pada perjanjian jasa hukum antara Lim Siang Huat dan PT. Active Marine Industries dengan Terdakwa.
“Pembayaran tersebut merupakan hak Terdakwa atas jasa hukum yang diberikan sesuai dengan perjanjian hukum,” ungkapnya.
Keempat, Jaksa Penuntut Umum tidak berhasil menghadirkan saksi-saksi yang menyatakan bahwa Terdakwa telah melakukan pencurian, saksi-saksi yang dihadirkan bersifat imajiner dan hanya berdasarkan keterangan sepihak dari Liem Siew Lan (saksi korban/pelapor), tanpa didukung dengan fakta-fakta meyakinkan bagi Terdakwa telah memiliki niat jahat dan ada perbuatan pidana untuk mendapatkan honorarium.
Kelima, Jaksa Penuntut Umum salah dan tidak cermat dalam menerapkan hukum terhadap Terdakwa, hal itu dikarenakan perbuatan Terdakwa menerima honorarium melalui media elektronik, sehingga tidak tepat apabila Terdakwa dituntut dengan Pasal Pencurian sebagaimana diatur dalam Pasal 363 ayat (1) ke-4 KUHP Jo. Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Keenam, Jaksa Penuntut Umum mencoba memframing dan mengarahkan telah terjadi pemalsuan tanda tangan oleh Terdakwa dengan menyatakan telah tahap 2 penyidikan, padahal Terdakwa tidak pernah diperiksa sebagai saksi ataupun Tersangka dalam perkara pemalsuan sebagaimana didalilkan oleh Jaksa Penuntut Umum;
“Selain itu Terdakwa tidak pernah mendapat Surat Perintah Dimulainya Penyidikan (SPDP) atas pemalsuan tanda tangan,” ujarnya.
Ketujuh, Jaksa Penuntut Umum telah serampangan dengan memberikan dokumen yang berasal dari LKP Grafologi Indonesia Nomor: Graf 2401-F01 tanggai 2 Januari 2024 yang ditandatangani oleh Syibly Avivy A Mulachela M.Psi., Psikolog CMHA selaku pimpinan LKP Grafologi indonesia, di mana dokumen tersebut adalah hasil yang tidak Pro Justitia, karena dihasilkan oleh lembaga Swasta, bukan dihasilkan oleh Laboratorium Kriminal Polri, sehingga dengan demikian Jaksa Penuntut Umum hanya ingin memframing (mengarahkan) pada keterangan yang tidak benar dan tidak berdasarkan hukum.
Kedelapan, Jaksa Penuntut Umum tidak cermat dalam membuktikan asal usul rekening nomor 8034128237 atas nama Lim Siew Lan, di mana seluruh uangnya (Pada saat pembukaan sampai penggunaan) pada rekening tersebut berasal dari PT. Active Marine Industries, yang beberapa kali disetorkan oleh Roliati, Siti Ramadaniah, Lim Siang Huat.
“Dengan demikian tidak benar bahwa uang di rekening nomor 8034128237 adalah milik Lim Siew Lan, melainkan milik PT. Active Marine Industries,” kata dia.
Kesembilan, Jaksa Penuntut Umum tidak siap dan tidak cermat dalam menghadirkan saksi untuk membuktikan tentang materai. Seharusnya yang dihadirkan sebagai saksi pada saat itu adalah seseorang yang bertugas sebagai pembuka segel dan pemasaran di kantor pos Batam, bukan seseorang yang baru menjabat diakhir tahun 2021 dan memberikan keterangan yang diduga tidak benar pada awal tahun 2024 setelah adanya permintaan dari Kuasa Hukum Lim Siew Lan. Keterangan tersebut tidak didukung dengan bukti-bukti yang kuat.
Kesepuluh, Jaksa Penuntut Umum diduga menganggap perkara ini dengan remeh-temeh. Sejak awal persidangan, Jaksa Penuntut Umum tidak dapat menghadirkan Saksi korban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 160 ayat (1) huruf b KUHAP, justru yang dihadirkan adalah saksi yang bukan merupakan korban. Kemudian, pada saat sidang menghadirkan Ahli dari Jaksa Penuntut Umum, saat itu Jaksa Penuntut Umum tidak dapat menghadirkan Ahli tersebut dan memaksakan kehendaknya agar dibacakan dalam BAP dari saksi lain yang juga tidak dapat dihadirkan dalam persidangan.
Kesebelas, Jaksa Penuntut Umum lalai mempertimbangkan berakhirnya Perjanjian sebagaimana Pasal 1381 KUHPerdata, dalam Pasal tersebut tidak satupun menyatakan berakhirnya perjanjian dikarenakan salah satu pihak meninggal dunia, pemenuhan atas prestasi terhadap perjanjian tetap berlaku meskipun salah satu pihak meninggal dunia.
Keduabelas, Jaksa Penuntut Umum abai terhadap Yurisprudersi Nomor: 4YUR/Pid/2018 yang mendasarkan putusan-putusan sebelumnya yaitu Putusan Nomor: 1316 K/Pid/2016, Putusan Nomor: 1336 K/Pid/2016. Putusan Nomor: 902 K/Pid/2017 dan putusan-putusan lainnya yang pada intinya menyatakan bahwa tidak dapat dikenakan tindak pidana terhadap suatu perbuatan yang didasarkan pada perjanjian.
“Hal demikian merupakan persoalan keperdataan bukan merupakan tindakan hukum yang harus diselesaikan melalui mekanisme pemidanaan,” jelasnya.
Ketigabelas, Jaksa Penuntut Umum tidak paham terhadap Landmark putusan yang dijadikan pedoman bagi Mahkamah Agung dan pengadilan dibawahnya, yaitu berdasarkan Putusan Nomor: 1081 K/Pid.Sus/2015, yang pada intinya kaidah hukum tersebut berbunyi “Seseorang yang tidak tercantum dalam struktur kepengurusan tetapi mempunyai kekuasaan dan kewenangan yang sangat menentukan dalam pengambilan Keputusan Perusahaan dapat dikualifikasikan sebagai Personil Pengendali Perusahaan” artinya Perusahaan dapat memberikan kuasa atau wewenang kepada siapapun yang dipercaya di internal Perusahaan, sehingga dengan demikian tidak dapat dimintakan tanggungjawab hukum kepada seseorang yang melaksanakan tugas dan wewenang perusahaan sesuai dengan perintah yang diberikan, apalagi Terdakwa yang merupakan pihak yang berhak untuk menerima honorarium jasa sesuai dengan yang diperjanjikan.
“Tidak ada hubungan hukum antara kebijakan perusahaan dengan pihak ketiga sebagai pelaksana pekerjaan atau rekanan perusahaan,” tegasnya.
Setelah membacakan Pledoi terdakwa dan menguraikan analisis Yuridis pihaknya. Pada bagian kesimpulan dan permohonan Tim Penasihat Hukum terdakwa memohon kepada Majelis Hakim yang memeriksa dan mengadili perkara tersebut berkenan memutuskan:
1. Menyatakan bahwa Terdakwa Ahmad Rustam Ritonga tidak terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana sebagaimana dalam Tuntutan Jaksa Penuntut Umum;
2. Membebaskan Terdakwa Ahmad Rustam Ritonga dari semua tuntutan hukum atau setidak-tidaknya melepaskan Ahmad Rustam Ritonga dari semua tuntutan hukum;
3. Memerintah Jaksa Penuntut Umum untuk membuka blokir terhadap rekening milik Terdakwa Ahmad Rustam Ritonga pada Bank Mandiri dengan Nomor: 1090018951228 cabang Batam Sekupang Martadinata dan pada Bank Negara Indonesia (BNI) dengan Nomor: 0201550309 cabang Batam untuk dikembalikan kepada Terdakwa Ahmad Rustam Ritonga;
4. Memulihkan hak Terdakwa Ahmad Rustam Ritonga dalam hal kemampuan, kedudukan, harkat serta martabatnya;
5. Membebankan biaya perkara kepada Negara.
“Atau apabila Majelis Hakim Yang Mulia atas dasar pertimbangannya berpendapat lain, kami selaku Penasihat Hukum Terdakwa memohon Putusan yang seadil-adilnya (ex aquo et bono),” tutup Tim Penasihat Hukum Terdakwa Ahmad Rustam Ritonga membacakan pembelaan.
Usai mendengarkan pledoi dari Tim Penasihat Hukum Terdakwa, Ketua Majelis Hakim, Tiwik menanyakan tanggapan Jaksa Penuntut Umum terkait pledoi tersebut.
Jaksa Penuntut Umum, Marthyn Luther menjawab bahwa tanggapan Jaksa (Replik) disampaikan secara lisan, yaitu Jaksa Penuntut Umum tetap pada tuntutannya.
Dalam persidangan ini, Terdakwa Ahmad Rustam Ritonga juga menyampaikan pembelaannya secara tersendiri. Pembelaan tersebut ditulis tangan oleh Terdakwa di beberapa lembar kertas dan dibacakannya di muka persidangan.
Terdakwa menyampaikan bahwa selama ia bekerjasama dengan Direktur PT Active Marine Industries, Lim Siang Huat (mendiang) sejak tahun 2017 hubungan mereka berjalan dengan baik. Dengan hubungan baik tersebutlah mereka saling percaya dan membuat perjanjian kerja baik secara lisan mau tulisan.
Munculnya persoalan hukum yang terjadi saat ini menimpa dirinya, menurutnya dikarenakan sebelum perjanjian kerja selesai dikerjakan terlebih dahulu Lim Siang Huat dipanggil oleh Yang Maha Kuasa pada tahun 2021. Sehingga, banyak pihak yang ber-“asa” memiliki harta benda yang dimiliki oleh mendiang.
Pokok perjanjian kerja ia dengan Lim Siang Huat ini adalah bahwa harta benda tersebut agar diwariskan kepada anak-anaknya selaku ahli waris. Ia menilai bahwa laporan polisi dari Lim Siew Lan (kakak mendiang) kepada dirinya (dalam perkara ini) bertujuan untuk menghalang-halangi supaya dirinya tidak bisa mengurus harta benda milik Lim Siang Huat untuk jatuh kepada yang berhak.
“Berdasarkan fakta-fakta tersebut yang juga dikuatkan dengan keterangan saksi-saksi dan juga berdasarkan ajaran agama yang saya imani. Maka, sesungguhnya saya memiliki kewajiban untuk tetap mengurus harta milik Lim Siang Huat meskipun dia telah meninggal dunia. Justru kewajiban saya dan kewajiban kita semua selaku yang mengetahui asal-usul harta almarhum Lim Siang Huat supaya tetap jatuh kepada anak-anak atau ahli warisnya sesuai dengan hak-haknya masing-masing,” kata dia.
Ia kemudian mengutip ayat Al-Qur’an Surat An-Nisa’ ayat 2 yang berbunyi: “Dan berikanlah kepada anak-anak yatim (yang sudah dewasa) harta mereka, janganlah kamu menukar yang baik dengan yang buruk, dan janganlah kamu makan harta mereka bersama hartamu. Sungguh, (tindakan menukar dan memakan) itu adalah dosa yang besar”.
Ia melanjutkan kutipan ayat Al-Qur’an Surat An-Nisa’ ayat 5 yang berbunyi: “Dan janganlah kamu serahkan kepada orang-orang yang belum sempurna akalnya harta (mereka yang ada dalam kekuasaan) kamu, yang Allah telah menjadikannya untuk kamu semua sebagai asas pembangunan kehidupan kamu; dan berilah mereka belanja dan pakaian dari pendapatan hartanya (yang kamu niaga kan), dan juga berkata lah kepada mereka dengan kata-kata yang baik”.
Hal di atas merupakan beberapa bagian pembelaan yang disampaikan oleh Terdakwa yang dirangkum oleh penulis. Terhadap pembelaan ini Majelis Hakim juga meminta tanggapan Jaksa Penuntut Umum di persidangan.
Jaksa Penuntut Umum, Marthyn Luther juga menyampaikan hal yang sama (Replik secara lisan) bahwa pihaknya tetap pada tuntutan.
Setelah mendengarkan seluruh keterangan para pihak persidangan, Ketua Majelis Hakim, Tiwik menyampaikan bahwa pihaknya akan bermusyawarah untuk menentukan putusan terhadap perkara ini.
Untuk itu, sidang akan digelar kembali pada Kamis (12/12/2024) yang beragendakan pembacaan putusan perkara Nomor: 602/Pid.B/2024/PN Btm.
Penulis: Shafix








